bab2. perang melawan kezaliman kolonialisme 35 sejarah (wajib) - 11 sma tipu muslihat Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692. 5. Perlawanan Goa Kerajaan Goa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa. SultanAgeng Tirtayasa lahir di Banten pada tahun 1631, beliau adalah putra Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640 hingga 1650. Beliau berjuang menentang belanda dan VOC, selain itu terkenal juga karena kepiawaiannya dalam mengurus kerajaan beserta rakyatnya seperti dalam urusan kepemerintahan Pembahasan Sultan Ageng Tirtayasa (1640-1651) termasuk salah satu Sultan Banten yang gigih menentang VOC, asosiasi dagang Belanda yang datang ke Banten. Namun, berkat kepandaian diplomasi bangsa kulit putih dengan para penguasa di nusantara, akhirnya pendatang dari daratan Eropa tersebut, mampu menguasai jual-beli rempah-rempah di nusantara. Vay Tiền Nhanh. - Kesultanan Banten pernah dipimpin oleh raja yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1683 M. Pada periode kepemimpinannya tersebut, raja yang dikenal sebagai Pangeran Surya ini pernah melakukan perlawanan terhadap VOC, kongsi dagang Belanda. Berdasarkan catatan Sardiman dan Amurwani Dwi dalam buku ajar Sejarah Indonesia 201474, Banten mempunyai lokasi yang cukup strategis sebagai salah satu pusat perdagangan internasional. Hal ini membuat Belanda yang kala itu dengan organisasi dagang bernama VOC tertarik untuk menguasai Banten. Mulai 1619, VOC sudah berhasil menguasai dan membangun benteng pertahanan di Batavia sekarang Jakarta. Pada akhirnya, kedua belah pihak, Banten dan VOC, saling bertikai untuk menjadi pusat dagang internasional. Pada 1651 M, seorang bernama Pangeran Surya naik menjadi pemimpin Kesultanan Banten bergelar Sultan Ageng Tirtayasa. Situasi konflik yang sudah terjadi dengan VOC sebelumnya kian memanas berkat perlawanan yang dilakukan pemimpin baru ini. Lantas, bagaimana sejarah perlawanan tersebut? Perlawanan Sultan Ageng TirtayasaKala menjadi Raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa telah melakukan beberapa strategi untuk memulihkan kembali Banten sebagai bandar perdagangan internasional. Dalam Modul Sejarah Indonesia 202014, Anik Sulistiyowati menjabarkan beberapa strategi tersebut Mengundang para pedagang dari Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis berdagang di Banten. Meluaskan interaksi dagang dengan bangsa Cina, India, dan Persia. Mengirim beberapa kapal dengan maksud mengganggu pasukan VOC. Membuat saluran irigasi sepanjang Sungai Ujung Jawa sampai Pontang yang ditujukan sebagai persiapan suplai perang dan pengairan sawah. Rupanya, segala yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut terjadi karena VOC sering menghadang kapal asal Cina yang tengah melakukan perjalanan ke Banten. Dengan semangat mempertahankan kehidupan Banten, Pangeran Surya tidak segan melakukan gangguan balik kepada pihak VOC. Di tengah situasi konflik, pada 1671, Sultan Ageng Tirtayasa menitahkan Sultan Haji menjadi orang yang mengurus masalah dalam negeri Banten. Terkait masalah dengan luar negeri, merupakan urusan Sultan Ageng sendiri. Akan tetapi, pengangkatan Sultan Haji ini membawa keuntungan kepada VOC. Berkat dukungan VOC, Sultan Haji justru merebut kekuasaan Banten dan menjadi raja di Istana Surosowan pada 1681. Sebagai imbal balik dukungannya VOC, Sultan Haji harus menandatangani perjanjian. Isinya, Kesultanan Banten musti memberikan daerah Cirebon kepada VOC, monopoli lada di Banten diambil alih VOC, dan pasukan Banten yang ada di pantai Priangan harus ditarik mundur. Terakhir, VOC meminta ringgit jika Banten nantinya mengingkari perjanjian yang telah disebutkan. Kelakuan Sultan Haji ini membuat rakyat Banten tidak mengakuinya sebagai pemimpin. Bahkan, rakyat Banten kala itu lebih ingin melakukan perlawanan terhadap Sultan Haji yang disertai VOC. Sultan Ageng Tirtayasa beserta rakyat yang mengikuti jalurnya berniat mengambil kembali Kesultanan Banten. Pada 1682, Sultan Haji mulai terdesak oleh serangan pasukan Sultan Ageng dan istana Surosowan pun dikepung. Akan tetapi, VOC datang memberikan bantuan kepada Sultan Haji. Pasukan Sultan Ageng pun dipukul mundur kala itu dan pemimpinnya ini dijadikan sebagai buronan. Ia bersama para pengikutnya melarikan diri ke Rangkasbitung dan melakukan perlawanan selama kurang lebih setahun lamanya. Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap karena ditipu oleh VOC. Ia ditahan oleh Belanda di penjara daerah Batavia sampai 1692, tepat ketika dirinya menutup usia. - Pendidikan Kontributor Yuda PrinadaPenulis Yuda PrinadaEditor Agung DH Pahlawan yang hidup pada masa awal kedatangan Belanda, memang tidak mengantarkan Indonesia pada kemerdekaan. Namun, jasa mereka yang mempertaruhkan segalanya demi mengusir penjajah sungguh tak bisa dianggap sepele. Nah, dari sekian banyak pahlawan nasional di era awal kedatangan Belanda, berikut kami sajikan biografi Sultan Ageng Tirtayasa yang rela berperang dengan anaknya yang bekerja sama dengan masa awal kedatangan Belanda, daerah-daerah di Indonesia masih berbentuk kerajaan. Di antara raja-raja yang berkuasa, ada yang pro Belanda dan ada juga yang kontra. Nah, dari beberapa raja yang kontra terhadap Belanda, salah satu yang benar-benar gigih melakukan perlawanan adalah raja ke-6 Kesultanan Banten yang kisahnya tersaji dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa jika dibandingkan dengan Belanda yang memiliki persenjataan lebih canggih, mungkin alat perang Kesultanan Banten saat itu tergolong seadanya. Namun, hal tersebut tak meruntuhkan semangat sang sultan untuk terus melawan tak hanya tentang kegigihannya dalam melawan kolonialisme, di biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini kamu bisa mendapatkan informasi tentang permusuhan antara Sultan Ageng dan putra sulungnya, Sultan Haji. Ya, permusuhan itu terjadi karena Sultan Haji malah mendukung Belanda dan mengkhianati sang bisa begitu, ya? Kalau kamu penasaran dengan kisah lengkap Sultan Ageng Tirtayasa yang berseteru dengan putranya sendiri gara-gara Belanda, simak terus uraian tentang perjalanan hidup sang sultan dalam biografi ini. Selamat membaca! Kehidupan Pribadi Sumber Wikimedia Commons Untuk lebih mengerti seseorang, memahami bagaimana kehidupan pribadinya adalah hal yang sangat penting. Oleh sebab itu, kami juga menyajikan tentang latar belakang keluarga sang sultan dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini. Sultan Ageng Tirtayasa lahir pada tahun 1631 dengan nama Pangeran Surya. Ia adalah putra pasangan Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad Kanari dan Ratu Martakusuma. Kakek dari ibunya adalah Pangeran Jayakarta, dan kakek dari ayahnya adalah Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Khadir atau Sultan Agung yang merupakan sultan ke-5 Banten. Dari ayah dan ibu yang sama, Pangeran Surya memiliki empat saudara, yaitu Ratu Kulon, Pangeran Kilen, Pangeran Lor, dan Pangeran Arya. Sedangkan dari ayah yang sama dan ibu yang berbeda, ia juga memiliki empat saudara, yaitu Pangeran Wetan, Pangeran Kidul, Ratu Intan, dan Ratu Timpuruk. Pangeran Surya diangkat menjadi sultan muda pada 1650. Sebab ayahnya, Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad Kanari, yang menjabat sebagai sultan muda selama periode 1640–1650, telah terlebih dahulu menghadap Sang Pencipta. Setelah satu tahun menjabat sebagai sultan muda yang bergelar Pangeran Adipati, ia dinobatkan sebagai sultan ke-6 Banten dan diberi gelar Sultan Abu al-Fath Abdulfattah. Sebab, sang kakek yang sebelumnya menjabat sebagai sultan ke-5 telah meninggal pada 10 Maret 1651. Selama hidupnya, Sultan Abu al-Fath Abdulfattah pernah menikah sebanyak tiga kali. Namun, istri kedua dan ketiganya dinikahi setelah istri pertama meninggal dunia. Nama istri pertama Sultan Abu al-Fath Abdulfattah tak diketahui karena tak terukir dalam sejarah, sedangkan istri kedua dan ketiganya bernama Nyi Ayu Ratu Gede dan Ratu Nengah. Baca juga Biografi Frans Kaisiepo, Pahlawan di Lembaran Uang yang Memperjuangkan Penyatuan Papua dengan Indonesia Kebijakan Sultan Ageng Tirtayasa & Perjuangannya Melawan Belanda Sumber Selama menjabat sebagai pemimpin Kesultanan Banten, Sultan Abu al-Fath Abdulfattah yang juga dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa, berusaha membuat kebijakan yang bermanfaat untuk kemajuan Banten. Kebijakan-kebijakan yang diterapkannya tentu ada yang untuk dalam negeri dan ada juga yang ditujukan ke luar negeri. Penasaran seperti apa upaya sang sultan yang berhasil membuat Banten berada di puncak kejayaannya? Simak terus biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini! 1. Kebijakan Dalam Negeri Untuk meningkatkan hasil pertanian Banten yang bisa berujung dengan kemakmuran masyarakat, Sultan Ageng membuka lahan-lahan persawahan baru. Agar penduduk tak kesulitan untuk mengairi sawahnya, Sultan juga membangun sistem irigasi agar masyarakat tak perlu menunggu hujan untuk bercocok tanam. Di bidang pendidikan, Sultan membangun pesantren-pesantren untuk memudahkan masyarakatnya yang ingin menimba ilmu keislaman. Di bidang keagamaan pun demikian, Sultan membangun banyak masjid agar masyarakatnya bisa melaksanakan ibadah di tempat yang layak. Sedangkan untuk pemerintahannya, Sultan ingin agar nuansa keislaman tetap terpancar di Kesultanan Banten. Oleh sebab itu, ia sampai mengangkat Syekh Yusuf, ulama yang didatangkan dari Makassar, untuk menjadi mufti ulama yang memiliki wewenang untuk menginterpretasikan teks dan memberikan fatwa kepada umat dan menjadi penasihatnya dalam menentukan segala keputusan. Baca juga Mengenang Sosok Penyair yang Dijuluki Si Binatang Jalang Lewat Biografi Chairil Anwar Ini 2. Kebijakan Luar Negeri Untuk kebijakan luar negerinya, Sultan Ageng berani mengambil langkah tegas dengan tak melanjutkan perjanjian dagang dengan Belanda. Padahal, perjanjian tersebut sudah ada sejak tahun 1645, yaitu dimulai masa pemerintahan Sultan Abdulmufakar Mahmud Abdulkadir, kakek Sultan Ageng. Bukan hanya tak mau melanjutkan perjanjian dagang, Sultan Ageng juga dengan berani berusaha menghalang-halangi Belanda untuk berdagang di Banten. Gara-gara kebijakan-kebijakan yang diterapkan Sultan Abu al-Fath Abdulfattah ini, Belanda marah sehingga pelabuhan Banten di blokade, dan pedagang-pedagang yang tadinya mendarat di Banten dipaksa untuk mendarat di Batavia. Tak terima, Sultan Ageng mulai menyerang Belanda dengan cara membakar kebun-kebun tebu dan alat penggilingan milik Belanda. Tak hanya itu, Sultan juga memerintahkan pasukannya untuk membakar kampung yang menjadi pos pertahanan Belanda. Mendapat perlawanan yang demikian, Belanda tak tinggal diam. Mereka berusaha memperkuat pertahanan di daerah Angke yang pernah di serang Sultan Ageng, dan juga perbatasan Tangerang-Jakarta. Ya, perang antara Banten dan Belanda yang terjadi sepanjang tahun 1656 itu walaupun tidak terbilang besar, tapi tetap menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak. Sultan Ageng sadar bahwa perlawanannya terhadap Belanda kurang membawa hasil yang gemilang dan terlalu berisiko jika dilakukan sendiri. Oleh karenanya, ia juga berupaya menjalin persahabatan dengan kerajaan lain yang sama-sama menentang Belanda. Sedangkan untuk hubungan kerja sama antarkerajaan yang telah terjalin, sang sultan berusaha untuk memperkokohnya. Nah, dari sekian banyak kerajaan yang diajak bekerja sama, beberapa di antaranya, yaitu Demak, Cirebon, dan Gowa. Perjanjian Damai dengan Belanda Setelah sebelumnya gencar berperang, akhirnya pada akhir tahun 1657, Kesultanan Banten dan Belanda sepakat untuk melakukan perjanjian damai. Belanda mengusulkan agar orang-orang Belanda dari Batavia, termasuk yang sudah disunat memeluk Islam, yang ditahan di Banten dikembalikan. Sedangkan Banten mengajukan syarat agar diizinkan berdagang ke Ambon, Perak, dan Ujung Pandang. Namun, pada 29 April 1658, Belanda mengajukan syarat damai tambahan yang isinya menyatakan bahwa Banten harus membayar kerugian perang berupa 500 ekor kerbau dan ekor lembu, kapal Belanda yang berlabuh di Banten tidak diperiksa, dan Belanda tidak membayar bea cukai untuk kapalnya yang lewat perairan dan berlabuh di Banten. Karena Belanda mengajukan syarat tambahan, pada 4 Mei 1658, Sultan Ageng juga mengajukan syarat tambahan yang menyatakan bahwa pasukan Kesultanan Banten harus diizinkan datang ke Batavia tiap setahun sekali untuk membeli meriam, peluru, mesiu, dan cengkih. Namun, Belanda tak bersedia mengabulkan syarat dari Kesultanan Banten sehingga kesepakatan damai pun berakhir. Oleh sebab itu, pada 11 Mei 1658, Sultan mengumumkan peperangan terhadap Belanda dengan cara menyerang dan menghancurkan kapal Belanda hingga merebut daerah Angke yang saat itu dikuasai Belanda. Untuk membuat para prajuritnya bersemangat melawan Belanda, ia sampai menjanjikan hadiah berlimpah berupa kedudukan dan uang untuk siapa saja yang berhasil membunuh opsir Belanda. Serangan yang terus dilancarkan pihak Kesultanan Belanda membuat Belanda lelah. Ujung-ujungnya, mereka kembali menawarkan perjanjian damai lewat perantara Sultan Jambi. Perjanjian damai yang berisi enam syarat tersebut disetujui Sultan Ageng pada 10 Juli 1659. Meski sebenarnya, sang sultan merasa kurang puas karena tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa Banten bebas berdagang dengan Ambon. Kesepakatan damai bersama Belanda sudah ditandatangani, tapi Sultan Ageng paham bahwa Belanda sangat licik sehingga kemungkinan mereka menyerang tiba-tiba tetap ada. Oleh sebab itu, Sultan Ageng yang selama ini tinggal di Surosowan, membangun istana lagi di daerah Tirtayasa sekarang masuk wilayah Kabupaten Serang yang dimaksudkan sebagai benteng pertahanan. Baca juga Biografi Albert Einstein, Ilmuwan Fisika yang Suka Musik Politik Adu Domba yang Berujung Perseteruan dengan Sultan Haji Sumber Meski memiliki persenjataan yang canggih, Belanda paham bahwa kekuatan pasukan Kesultanan Banten tak bisa diremehkan. Oleh sebab itu, mereka melancarkan politik adu domba untuk mengobrak-abrik keluarga sultan dari dalam. Jadi, Kesultanan Banten akan kacau dengan sendirinya tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. Ya, mereka menemukan celah lewat Sultan Haji, dan dalam biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini, kami sajikan kisah lengkapnya. Sebagai seorang sultan, sesuai tradisi, Sultan Ageng mengangkat putra sulungnya, Pangeran Gusti, menjadi sultan muda dengan gelar Pangeran Anom. Kemudian, Sultan Ageng meminta Pangeran Anom pergi ke Makkah untuk lebih memperdalam ajaran Islam. Sedangkan tugas-tugas sultan muda, untuk sementara digantikan oleh Pangeran Purbaya, adik Pangeran Anom. Melihat kesuksesan sang adik dalam melaksanakan tugas sultan muda, membuat Pangeran Anom yang saat itu baru pulang dari Makkah merasa takut jika tahta akan diserahkan pada Pangeran Purbaya. Untuk mencegah hal tersebut, Pangeran Anom memaksa Sultan Ageng untuk menyerahkan tahta padanya. Tidak ingin menimbulkan keributan, pada 1671, Sultan Ageng menyerahkan urusan sehari-hari Kesultanan Banten kepada Pangeran Anom. Setelah diangkat menjadi sultan, Pangeran Anom diberi gelar Sultan Abu Nashar Abdul Qahar yang juga dikenal dengan nama Sultan Haji. Sejak saat itu, Sultan Ageng lebih memilih untuk tinggal di Istana Tirtayasa, sedangkan Istana Surosowan ditempati oleh Sultan Haji. Tindakan Sultan Haji yang tidak sopan terhadap ayahnya sendiri sebenarnya bukan tanpa alasan. Di balik itu, ada Belanda yang melihat bahwa Sultan Haji adalah orang yang lemah hati dan mudah dipengaruhi. Jadi, mereka semakin mengobarkan rasa iri yang ada di benak Sultan Haji terhadap Pangeran Purbaya. Baca juga Biografi Steve Jobs, Pendiri Apple yang Membangun Kerajaan Bisnisnya dari Nol Peperangan Antara Ayah dan Anak Seiring berjalannya waktu, Sultan Ageng menyadari bahwa putranya telah dipengaruhi oleh Belanda. Pada puncaknya, Sultan Ageng benar-benar kesal karena Sultan Haji mengirimkan ucapan selamat atas pengangkatan Rijklof van Goens menjadi Gubernur Jenderal menggantikan Jovan Maetsuyker yang meninggal dunia pada 4 Januari 1678. Tak ingin bahwa penerusnya malah bekerja sama dengan musuh, Sultan Ageng memerintahkan pasukannya untuk menyerang Istana Surosowan yang ditempati Sultan Haji pada 26 Februari 1682. Akibat serangan yang mendadak itu, Sultan Haji terdesak dan melarikan diri untuk meminta bantuan Belanda. Karena prajurit Belanda yang ada di Banten kewalahan menangani pasukan Sultan Ageng, didatangkanlah dua kapal pasukan dari Jakarta yang dipimpin oleh Saint Martin. Setelah itu, datang lagi pasukan dalam jumlah yang lebih besar di bawah pimpinan Kapten Tack. Ingin memperkuat pasukan, Belanda mengirimkan lagi prajurit tambahan yang dipimpin Hartsinck. Menghadapi pasukan gabungan yang sedemikian banyak, pasukan Sultan Ageng terdesak mundur hingga terpaksa membumihanguskan Istana Tirtayasa dan melarikan diri ke Hutan Keranggan. Dari Keranggan, Sultan Ageng melanjutkan pelariannya ke Lebak, lalu ke Parijan, hingga akhirnya tiba di Sajira perbatasan Bogor. Selama bersembunyi, Sultan Ageng diikuti oleh orang-orang yang setia padanya, seperti Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Baca juga Biografi Dewi Sartika, Sang Pejuang Hak-Hak Kaum Perempuan dari Priangan Wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa Sumber Instagram – azispitak126 Meski sudah berada jauh dari Istana Surosowan, rupanya keberadaan Sultan Ageng beserta pengawalnya diketahui Sultan Haji. Sultan Haji lalu diperintahkan Belanda untuk membujuk rayu sang ayah agar bersedia kembali ke Istana Surosowan. Tanpa curiga, Sultan Ageng Tirtayasa yang sudah sepuh kembali ke Istana Surosowan sesuai permintaan putranya dan tiba di istana pada tanggal 14 Maret 1683 tengah malam. Tak lama setelah itu, Belanda datang dan menangkap Sultan Ageng Tirtayasa untuk dipenjarakan di Jakarta. Sang sultan kemudian wafat di dalam penjara pada tahun 1683. Berdasarkan permintaan para petinggi Kesultanan Banten, jenazah Sultan Ageng dipulangkan ke kampung halamannya untuk kemudian di makamkan di sebelah utara Masjid Agung. Atas kegigihannya dalam memerangi Belanda, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 045/TK/Tahun 1970, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar sebagai pahlawan nasional. Baca juga Mengenal Sosok Kartini dari Minahasa Melalui Biografi Maria Walanda Maramis Manfaat Membaca Biografi Sultan Ageng Tirtayasa Itu tadi adalah profil dan biografi lengkap Sultan Ageng Tirtayasa. Mulai dari latar belakang, sepak terjangnya semasa hidup, hingga perseteruannya dengan sang putra, semua telah kami ulas. Apakah kamu sudah merasa puas dengan sajian di atas? Ada banyak manfaat yang bisa kamu dapatkan dengan membaca biografi Sultan Ageng Tirtayasa ini. Yang pertama dan utama, tentu saja kamu jadi bisa lebih menghargai perjuangan para pahlawan demi kemerdekaan bangsa. Selain itu, dengan menyimak perjalanan hidup Sultan Ageng Tirtayasa dalam biografi ini, kamu akan sadar bahwa terkadang orang lain hanya baik padamu jika ada maunya. Sementara kasih orang tuamu, tak akan hilang meski kamu telah berbuat buruk pada mereka. Jadi, apabila saat ini kamu masih memiliki orang tua, berbuat baiklah pada mereka selagi masih ada waktu. Sedangkan jika saat ini orang tuamu sudah dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa, kasihilah mereka dengan cara mengirimkan doa secara rutin. PenulisMentari AprelliaMentari Aprellia, adalah alumni Universitas Terbuka jurusan Ilmu Komunikasi dengan beasiswa penuh. Meski mampu membuat tulisan feature maupun hard news, penulis kurang suka membuat karya fiksi karena selalu bingung mengakhiri cerita. Penulis yang merupakan penggemar film horor, tapi penakut ini pernah magang sebagai wartawan lapangan di Koran Solopos, pernah bekerja sebagai guru TK, guru les privat, dan tukang desain gambar. EditorElsa DewintaElsa Dewinta adalah seorang editor di Praktis Media. Wanita yang memiliki passion di dunia content writing ini merupakan lulusan Universitas Sebelas Maret jurusan Public Relations. Baginya, menulis bukanlah bakat, seseorang bisa menjadi penulis hebat karena terbiasa dan mau belajar. - Sultan Ageng Tirtayasa adalah sultan Banten ke-6 yang berhasil membawa Kerajaan Banten menuju puncak kejayaannya. Sultan Ageng Tirtayasa atau Pangeran Surya berkuasa antara tahun 1651-1683. Selama berkuasa, perannya tidak sebatas memajukan Kesultanan dari Banten yang gigih menentang VOC adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Berkat kegigihannya dalam membela bangsa Indonesia, ia bahkan dicap sebagai musuh bebuyutan dan keturunan Sultan Ageng Tirtayasa Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad sultan Banten ke-5 dan Ratu Martakusuma yang lahir pada 1631. Kakeknya bernama Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir atau dikenal sebagai Sultan Agung, sultan Banten ke-4 yang juga gigih memerangi Belanda. Setelah ayahnya wafat pada 1650, Sultan Ageng Tirtayasa diangkat oleh kakeknya sebagai Sultanmuda dengan gelar Pangeran Dipati. Kemudian setelah kakeknya wafat pada 1651, ia resmi naik takhta menjadi raja Banten ke-6 dengan gelar Sultan Abdul Fattah Al-Mafaqih. Dari istri-istrinya, Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 18 orang anak.

putra sultan ageng tirtayasa yang bersahabat dengan penjajah belanda adalah